ALAM kampung masih pagi sekali ketika terbetik kabar
bahwa penguasa kampung telah mati hati. Terperangahlah kami orang-orang
penghuni kampung. Tepatlah ramalan Si Nujum Tua tiga belas purnama lalu
bahwa akan tiba masa mati hati bagi penguasa tanah k
Dalam rintik hujan berangin pagi itu, Said yang lelah,
lusuh dan tua terperangah di sudut utara taman itu. Jengah, pangling,
miris, haru, pilu, ngilu, kecewa, rasa-rasa tak mungkin, rasa-rasa tak
percaya bergolak-golak dalam dada, lalu melesat dan m
Akulah Saksi Bisu!
Di segala terang, di segala gelap, di segala gerak, di segala diam, di
segala zuhud, di segala buruk dan caci-maki, hadir adaku hanyalah saksi
bisu. Maka, kusaksikanlah berlaksa-laksa dengki dan tipu-tipu yang
ditebar dari peson
Kubuka kembali catatan duka itu setelah kupendam 2,5
tahun lebih sedikit. Ada yang kutoreh pada lembar 27 Desember 2004
menjelang siang itu, ketika kuarungi lautan puing kehancuran sebuah
peradaban, menyisir lautan mayat yang bertebaran, tumpang tin
Sudah 7 purnama Keranda Raya itu menganga di pelataran
serambi istana. Sore hari nanti Keranda Raya akan ditutup, setelah sesak
disumpal berjejal-jejal sampah daki dunia seluruh penghuni negeri itu.
Sungguh buruk dan busuk isi itu keranda, ketika ku
Konon pada suatu masa tergurat sebuah kisah tentang
negeri tanpa angin. Begitu lengang dan kaku negeri itu; tak ada riak air
di danau, tak ada lambai nyiur di pantai, tak ada tarian rumput dan
kibasan pucuk cemara di bukit, tak ada terbangan debu di
“Sempurnalah hidup mati orang-orang yang beralamat.
Celakalah hidup mati orang-orang tanpa alamat!” Demikianlah bunyi
prasasti batu kubur berhuruf Jawi Kuno. Prasasti batu kubur itu telah
patah terbengkalai di sebuah komplek pekuburan kumuh tengah k
Apa peliknya sanggah? Sekedar menyanggah untuk
membaik-baikkan buruk, memburuk-burukkan baik, membalik-balikkan
timpang, mentimpang-timpangkan niat, tangkal-menangkal segala ingkar,
ingkar-melingkar segala tohok, tohok kapok segala cecar, lalu cecar
Cerpen : Saiful Bahri
Hujan Emas
Ahuuuiii….pada akhirnya hujan emas ketiban jua menyiram kampung kami,
setelah lelah melapuk diganyang hujan badai, hujan pelor, hujan darah,
hujan mayat, yang menderaikan linang pedih air mata bermasa-masa. Namun,
Sore ini kita bertemu, sahabat abadi, setelah hampir
ribuan tahun tak kujamah wajahmu yang selalu bersinar. Dulu, kita sering
mencacah waktu dengan gelak tawa bersama-sama. Berangkulan ketika
dingin datang, dan berlarian keluar dengan girang menyamb
“Belunguh, kaukah itu?”, suara lembut seorang perempuan
berdesir dibawa angin. Sesosok tubuh sintal turun dari punggung kuda
berwarna cokelat.
Lelaki muda yang dipanggil Belunguh bersirobok pandang seraya tersenyum.
“Inilah sahaya Tuan Puteri”,
Kehidupan itu layaknya air yang mengalir, setiap
kali melewati jalur yang sama, mengalir dari tempat yang tinggi ke
tempat yang rendah, mengikuti bentuk dari setiap permukaan yang
dilaluinya, namun engkau tidak akan menemukan aliran air yang persis
Seorang pria dengan tubuh tinggi besar –melindungi
matanya dengan tangan kanan dari sorot matari sore yang menyilaukan–
keluar dari pintu gerbang sebuah lembaga pemasyarakatan di pinggiran
kota. Rambut gondrong sebahu dibiarkan tergerai dan meriap d
Imagosentris! Jangan tanya saya dari mana asal
istilah itu, karena itu hasil rekaan saya sendiri ketika tengah
merenungi fenomena budaya global ini. Image atau citra adalah
adimagnet yang kini menjadi titik sentral dari kebudayaan modern,
menariki
Malam dirajai kegelapan. Langit pekat. Hitam tanpa
kerlip bintang. Purnama masih terlalu dini untuk berseri. Tanah basah
sisa gerimis sesaat. Di beberapa lubang jalan, air menggenang. Sedesir
angin membelai malam. Lembut. Menebar dingin hawa durjana